Senin, 22 Juni 2009

Hijab Kesombongan

Firman Allah :
‘Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah’. ( QS 31 : 33).

Melalui ayat ini, Allah ingin membuka cakrawala kita tentang dunia, supaya kita tidak terpedaya. Sebaliknya, Allah juga memberitahukan kepada kita, kiat manjadikan hidup di dunia menjadi penuh makna.

Pertama, Allah memanggil semua manusia untuk bertakwa kepadaNya. Hal ini mengisyaratkan bahwa maqom (kedudukan spiritual) sebagai muttaqin, terbuka untuk siapa saja. Di sini juga kita menemukan tentang sejatinya sifat kasih Allah yang tidak membeda-bedakan. Semua manusia, semuanya dipanggil, tidak berdasarkan strata sosial apa pun.

Kedua, Allah memperingatkan agar manusia takut pada suatu hari yang tidak ada tolong menolong lagi. Di sini dipakai istilah ‘hari ketika seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun’. Kendati tidak disebutkan nama harinya atau waktunya, namun para mufassir sepakat bahwa hari yang dimaksudkan adalah hari pengadilan di padang mahsyar, yakni ketika semua manusia dikumpulkan dan dihadapkan pada pengadilan Allah SWT. Pada hari itu, semua manusia menjadi egois, tidak sempat memikirkan orang lain, mereka sibuk memikirkan pertanggungjawabannya sendiri kepada Allah. Tidak ada lagi tolong menolong.

Hal ini bermakna, bahwa kita harus memanfaatkan semaksimal mungkin waktu hidup kita di dunia, karena di dunia inilah kesempatan satu-satunya yang kita miliki untuk saling menolong. Ketika di dunia inilah, seorang bapak wajib menolong anaknya dan seorang anak wajib pula menolong bapaknya. Tolong menolong yang dimaksudkan oleh Allah adalah : ‘ta’awanu ‘alal birri wat taqwa’ – tolong menolong dalam hal kebaikan dan takwa – ‘wa la ta’awanu ‘alal istmi wal ‘udwan’ – dan bukan tolong menolong dalam keburukan – itu yang harus kita kerjakan.

Ketiga, Allah memastikan bahwa janjiNya pasti benar. Artinya, Allah tidak akan mengingkari janjiNya. Itulah sebabnya, manusia diingatkan tentang pentingnya saling menolong selagi masih di dunia, karena ketika kehidupan dunia ini berakhir, akan diganti dengan kehidupan lain yang abadi, yaitu kehidupan akhirat. Hidup di dunia ini ada akhirnya, begitu janji Allah yang tidak akan diingkari oleh Allah. Kehidupan dunia akan berakhir. Dan begitu kehidupan dunia ini berakhir, maka dimulailah kehidupan akhirat. Ada kehidupan lain yang disebut akhirat. Itupun janji Allah, dan janji Allah pasti benar.

Keempat, karena janji Allah pasti benar, maka Dia mengingatkan, ‘janganlah sekali-kali kehidupan dunia ini memperdayakan kamu’. Allah mengingatkan supaya kita tidak tertipu oleh kehidupan dunia. Mengapa ? ‘Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan’. ( QS 11 : 15 ). Ini yang disebut istidraj, yaitu pemberian Allah yang tidak disertai dengan kebaikan, untuk membuat manusia terpesona hingga lupa kepada si pemberi, yaitu Allah. Ini pula yang disebut sebagai tipudaya kehidupan dunia, sehingga manusia lupa bahwa setelah hidup di dunia ada akhirat. Kalau ketika di dunia kita lalai bertolong-menolong, maka nanti di akhirat, sudah tidak ada waktu lagi untuk saling menolong. Sehingga Allah memberitahu kita : ‘Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan’. ( QS 11 : 16 ).

Kelima, Allah mengingatkan supaya kita tidak terperdaya oleh penipu, yaitu syaitan, dalam memahami Allah. Yang dimaksudkan dengan memahami Allah di sini adalah memahami hakikat asmaNya, hakikat sifatNya, hakikat af’alNya dan hakikat zatNya, sehingga dengan demikian kita akan memahami hakikat kehendak Allah yang harus kita patuhi.

Dengan ini pula kita diingatkan bahwa kepatuhan kepada Allah hanya mungkin dapat terlaksana dengan baik, manakala kita mampu memahami hakikat kehendakNya, yang berarti pula memahami hakikat perintah dan laranganNya. Kita diingatkan untuk menjadi lebih arif, tidak terjebak oleh pemahaman tekstual dari kitab suci maupun hadist. Kita harus menukik menemukan makna hakikat dari teks al Quran dan hadist supaya kita berhasil menemukan roh atau jiwa dari perintah dan larangan Allah maupun RasulNya. Supaya kita terhindar dari virus penyakit yang ditebarkan oleh iblis dan keturunannya yang gagal memahami hakikat perintah Allah untuk bersujud pada Adam.

Iblis menolak, karena ia hanya melihat Adam secara tekstual, Adam secara jasad yang diciptakan oleh Allah dari tanah. Iblis tidak mampu melihat hakikat Adam, yakni roh yang ditiupkan Allah. Roh Adam yang berasal dari Allah, merupakan bagian dari Allah di situlah letak kemuliaan Adam dan anak keturunannya, yakni umat manusia, termasuk kita sekarang.

Karena Iblis terhijab, sehingga gagal memahami hakikat Adam, maka dia diusir dari sorga oleh Allah. Inilah pelajaran yang sangat berharga, agar kita mampu mencerap hakikat dari perintah dan larangan Allah sehingga kita mampu menghidupkan jiwa ibadah yang benar dalam hidup kita.

Wallohua’lam.*****

Hidup di Dunia Penuh Makna

Firman Allah :
‘Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah’. ( QS 31 : 33).

Melalui ayat ini, Allah ingin membuka cakrawala kita tentang dunia, supaya kita tidak terpedaya. Sebaliknya, Allah juga memberitahukan kepada kita, kiat manjadikan hidup di dunia menjadi penuh makna.

Pertama, Allah memanggil semua manusia untuk bertakwa kepadaNya. Hal ini mengisyaratkan bahwa maqom (kedudukan spiritual) sebagai muttaqin, terbuka untuk siapa saja. Di sini juga kita menemukan tentang sejatinya sifat kasih Allah yang tidak membeda-bedakan. Semua manusia, semuanya dipanggil, tidak berdasarkan strata sosial apa pun.

Kedua, Allah memperingatkan agar manusia takut pada suatu hari yang tidak ada tolong menolong lagi. Di sini dipakai istilah ‘hari ketika seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun’. Kendati tidak disebutkan nama harinya atau waktunya, namun para mufassir sepakat bahwa hari yang dimaksudkan adalah hari pengadilan di padang mahsyar, yakni ketika semua manusia dikumpulkan dan dihadapkan pada pengadilan Allah SWT. Pada hari itu, semua manusia menjadi egois, tidak sempat memikirkan orang lain, mereka sibuk memikirkan pertanggungjawabannya sendiri kepada Allah. Tidak ada lagi tolong menolong.

Hal ini bermakna, bahwa kita harus memanfaatkan semaksimal mungkin waktu hidup kita di dunia, karena di dunia inilah kesempatan satu-satunya yang kita miliki untuk saling menolong. Ketika di dunia inilah, seorang bapak wajib menolong anaknya dan seorang anak wajib pula menolong bapaknya. Tolong menolong yang dimaksudkan oleh Allah adalah : ‘ta’awanu ‘alal birri wat taqwa’ – tolong menolong dalam hal kebaikan dan takwa – ‘wa la ta’awanu ‘alal istmi wal ‘udwan’ – dan bukan tolong menolong dalam keburukan – itu yang harus kita kerjakan.

Ketiga, Allah memastikan bahwa janjiNya pasti benar. Artinya, Allah tidak akan mengingkari janjiNya. Itulah sebabnya, manusia diingatkan tentang pentingnya saling menolong selagi masih di dunia, karena ketika kehidupan dunia ini berakhir, akan diganti dengan kehidupan lain yang abadi, yaitu kehidupan akhirat. Hidup di dunia ini ada akhirnya, begitu janji Allah yang tidak akan diingkari oleh Allah. Kehidupan dunia akan berakhir. Dan begitu kehidupan dunia ini berakhir, maka dimulailah kehidupan akhirat. Ada kehidupan lain yang disebut akhirat. Itupun janji Allah, dan janji Allah pasti benar.

Keempat, karena janji Allah pasti benar, maka Dia mengingatkan, ‘janganlah sekali-kali kehidupan dunia ini memperdayakan kamu’. Allah mengingatkan supaya kita tidak tertipu oleh kehidupan dunia. Mengapa ? ‘Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan’. ( QS 11 : 15 ). Ini yang disebut istidraj, yaitu pemberian Allah yang tidak disertai dengan kebaikan, untuk membuat manusia terpesona hingga lupa kepada si pemberi, yaitu Allah. Ini pula yang disebut sebagai tipudaya kehidupan dunia, sehingga manusia lupa bahwa setelah hidup di dunia ada akhirat. Kalau ketika di dunia kita lalai bertolong-menolong, maka nanti di akhirat, sudah tidak ada waktu lagi untuk saling menolong. Sehingga Allah memberitahu kita : ‘Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan’. ( QS 11 : 16 ).

Kelima, Allah mengingatkan supaya kita tidak terperdaya oleh penipu, yaitu syaitan, dalam memahami Allah. Yang dimaksudkan dengan memahami Allah di sini adalah memahami hakikat asmaNya, hakikat sifatNya, hakikat af’alNya dan hakikat zatNya, sehingga dengan demikian kita akan memahami hakikat kehendak Allah yang harus kita patuhi.

Dengan ini pula kita diingatkan bahwa kepatuhan kepada Allah hanya mungkin dapat terlaksana dengan baik, manakala kita mampu memahami hakikat kehendakNya, yang berarti pula memahami hakikat perintah dan laranganNya. Kita diingatkan untuk menjadi lebih arif, tidak terjebak oleh pemahaman tekstual dari kitab suci maupun hadist. Kita harus menukik menemukan makna hakikat dari teks al Quran dan hadist supaya kita berhasil menemukan roh atau jiwa dari perintah dan larangan Allah maupun RasulNya. Supaya kita terhindar dari virus penyakit yang ditebarkan oleh iblis dan keturunannya yang gagal memahami hakikat perintah Allah untuk bersujud pada Adam.

Iblis menolak, karena ia hanya melihat Adam secara tekstual, Adam secara jasad yang diciptakan oleh Allah dari tanah. Iblis tidak mampu melihat hakikat Adam, yakni roh yang ditiupkan Allah. Roh Adam yang berasal dari Allah, merupakan bagian dari Allah di situlah letak kemuliaan Adam dan anak keturunannya, yakni umat manusia, termasuk kita sekarang.

Karena Iblis terhijab, sehingga gagal memahami hakikat Adam, maka dia diusir dari sorga oleh Allah. Inilah pelajaran yang sangat berharga, agar kita mampu mencerap hakikat dari perintah dan larangan Allah sehingga kita mampu menghidupkan jiwa ibadah yang benar dalam hidup kita.

Wallohua’lam.*****

Bekal Ketakwaan

Firman Allah :
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, kami akan memberikan kepadamu Furqaan, dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar”. ( QS 8 : 29 )

Dalam ayat ini, Allah mengajarkan kepada kita hal yang sangat berguna. Pertama, Allah mengkhususkan panggilannya kepada orang-orang yang beriman. Jadi, orang-orang yang tidak atau belum beriman, tidak dipanggil melalui ayat ini. Kekhususan ayat ini juga terletak pada kondisi keimanan seseorang.

Kedua, Allah mengajarkan kepada kita tentang sebuah kondisi tertentu yang harus dimiliki oleh orang yang beriman. Sehingga kalimat dalam ayat ini – menurut kaidah bahasa – disebut sebagai kalimat dengan kondisional tertentu. Apakah kondisi atau syarat yang harus mengikuti keimanan ? Jawabannya ada pada frase : jika kamu bertakwa kepada Allah. Ini penting sekali menjadi perhatian setiap orang yang telah dikhususkan panggilannya oleh Allah, yaitu orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah. Tanpa takwa, keimanan kalian tidak ada gunanya. Itulah sebabnya, takwa yang dimaksud oleh Allah adalah pembuktian terhadap apa yang telah diimani.

Ketiga, Allah seakan-akan melontarkan pertanyaan kepada kita. Mengapa keimanan harus disertai dengan pembuktian terhadap yang kita imani ? Rupanya, karena Allah akan memberikan kepadamu furqon, menghapuskan segala kesalahanmu, dan mengampuni dosamu.

Tiga alasan itulah yang menyebabkan Allah mengkhususkan panggilannya kepada orang-orang yang beriman, yaitu keinginan Allah untuk memberikan furqon, menghapus segala kesalahan dan mengampuni dosa orang-orang yang beriman. Tiga hal ini dapat disebut sebagai paket khusus dari Allah untuk orang-orang beriman. Namun, untuk mendapatkan paket khusus ini, orang beriman terlebih dahulu harus melakukan pembuktian terhadap apa yang diimaninya itu.

Mari kita lihat satu demi satu isi paket khusus tersebut.

Pertama, furqon. Secara harafiah, furqon bermakna pembeda. Tetapi secara substansial, yang dinamakan furqon adalah kemampuan untuk membedakan yang hak dan yang bathil, yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Kemampuan untuk membedakan ini hanya mungkin dipunyai oleh orang beriman yang sudah mengenal al-Haq melalui pembuktian. Sebelum seseorang mengenal al-Haq, Yang Mahabenar, maka yang ia kenal barulah kebenaran-kebenaran relatif, atau kebenaran subyektif menurut sudut pandangnya sendiri.

Jadi, furqon, adalah hasil pertama dari keimanan yang telah disertai dengan pembuktian terhadap apa yang diimaninya. Ini, penting kita sadari, karena sungguh, iman itu bukan suatu barangjadi yang dapat langsung melekat pada seseorang begitu saja. Ada proses, yang diisyaratkan oleh Allah : ‘Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.’ (QS 10 : 100). Keimanan hanya diberikan kepada manusia dengan izin Allah, artinya, dengan kehendak Allah setelah manusia berupaya untuk meraih dan mendapatkan izinNya.

Kedua, dihapuskan kesalahan-kesalahannya. Dalam bahasa al Quran disebut dengan istilah ‘wayukaffir ankum sayyiatikum’. Ditutupi semua keburukan-keburukanmu. Jadi, kemungkinan, orang-orang yang beriman masih melakukan hal-hal buruk yang tidak disengaja atau yang tidak kuasa dihindari. Tetapi, Allah memberikan kemurahan dengan menutupi keburukan-keburukannya. Sungguh, kemurahan Allah ini layak kita raih dengan ketaqwaan.

Ketiga, diampuni dosa-dosanya. Dosa paling besar manusia adalah seperti yang difirmankanNya : ‘Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.’ ( QS 4 : 116 ).

Dosa, adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang merasa gelisah. Jika hati manusia dihinggapi rasa gelisah, sesungguhnya hal tersebut merupakan salah satu tanda bahwa hatinya hidup, sadar, sehingga ada upaya untuk mencari sumber ketenangan, yaitu Allah. Pada tahap inilah, manusia diminta untuk jujur pada dirinya sendiri, tidak berusaha menutupi kegelisahannya dengan berpura-pura. Sikap pura-pura ini tidak dikehendaki oleh Allah, karena ia merupakan salah satu tanda kemunafikan. Allah menghendaki kejujuran. Dan kejujuran yang utama adalah kejujuran kepada diri sendiri.

Wallohua’lam.

Kamis, 11 Juni 2009

Nilai Perbuatan Baik



Ukuran kualitas iman seseorang, sebagaimana difirmankan Allah dalam Alquran, adalah ahsanu 'amalan bukan aktsaru 'amalan (yang terbaik perbuatannya bukan yang terbanyak perbuatannya). Beberapa hadis dalam kitab hadis Sahih Bukhari menyatakan bahwa iman itu ucapan yang disertai perbuatan. Iman dapat berkurang dan bertambah. Dalam beberapa ayat Alquran, kata iman selalu berpadanan dengan amal saleh, sehingga tidak mungkin orang yang beriman tidak beramal saleh. Allah SWT berfirman: ''(Tetapi) orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.'' (Q.S. 84: 25).

Dalam ayat lain, Allah SWT berjanji: ''Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang besar.'' (Q. S. 85: 11). Lalu dalam surat Al-'Ashr, ayat 2 dan 3 juga dinyatakan: ''Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan....''

Karena iman itu bisa bertambah dan berkurang, ia bukan sekadar perkara niat yang bersemayam di dalam hati dan sulit diukur (bertambah dan berkurangnya), tetapi konkret dalam amal perbuatan yang bisa diukur, atau muncul dalam bentuk akhlak yang baik. Wujud iman dalam perbuatan mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama melihat hubungan suatu perbuatan dengan pelaku, digerakkan oleh faktor psikologis (niat). Sementara dimensi yang kedua melihat kegunaan suatu perbuatan dalam kehidupan manusia (manfaat).

Karena itu pernyataan bahwa segala sesuatu tergantung dari niatnya, mempunyai pengertian sesuatu yang bermanfaat belum tentu lahir dari niat yang suci murni. Tapi niat yang suci bersih selalu berusaha mewujudkan ahsanu 'amalan. Hendaklah kiprah kita dalam kehidupan sehari-hari, baik yang bersifat individu (seperti, makan, minum, mencari nafkah, menuntut ilmu dll.) maupun yang bersifat sosial (seperti, menolong orang lain, ikut menanggulangi kebodohan, kemiskinan, melepaskan dari belenggu ketertindasan, dst.), jangan hanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan asas manfaat, tapi harus dilandasi oleh niat yang tulus ikhlas.

Hanya dengan itu, kita akan terhindar dari gagah-gagahan, megah-megahan, pintar-pintaran, mencari pangkat, kedudukan dan popularitas, serta motivasi-motivasi rendah lainnya yang bersifat materialistis. Sebab iman dan amal saleh seperti yang disebutkan dalam nash-nash Alquran dan As-Sunnah, menunjukkan bahwa niat suatu perbuatan adalah rohnya, dan rohnya amal saleh adalah ikhlas. Allah berfirman: ''Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.'' (Q. S. 35: 10). -

Kamis, 04 Juni 2009

Mengapa Pria Hanya Senang Saat Mengejar Wanita?



Anda mungkin pernah mengalami dikejar-kejar oleh pria. Anda tidak begitu menginginkan pria tersebut, namun melihat kegigihannya akhirnya Anda menyerah dan bersedia menjadi kekasihnya. Anehnya, setelah itu Si Dia malah perlahan menghilang dan terlihat mulai kehilangan hasrat.

Bila hal ini terjadi, mungkin pria tersebut memang hanya menikmati saat masih mengejar Anda. Jangan lantas merasa menjadi korban, karena ternyata banyak pria yang hanya menikmati masa-masa dirinya mengejar seorang wanita. Hal ini memang menunjukkan bahwa Si Dia tidak cukup dewasa, karena terkesan alergi dengan komitmen. Namun Anda pun tak perlu khawatir: jika Si Dia memang "The One" bagi Anda, ia tak akan pernah kehilangan hasratnya pada Anda sampai kapan pun!

Anda ingin tahu mengapa pria menyukai saat ia masih mengejar wanita yang diincarnya?

Tidak ada beban. Ketika pria mengejar seorang wanita, ia tidak memiliki tekanan atau beban untuk berhasil atau mencapai tujuannya. Jadi ketika wanita tersebut mulai memujinya, seperti menyebutnya "ganteng", pria merasa masa pengejarannya akan berakhir. Diterima adalah berita baik, namun selanjutnya pria merasa dibebani tanggung jawab atau kewajiban untuk membahagiakan wanita tersebut.

Gambaran ideal. Ketika pria melakukan pendekatan terhadap wanita yang diincarnya, biasanya ia belum mengetahui banyak hal mengenai wanita tersebut. Tahap pengejaran adalah saatnya menggali banyak informasi tentang si wanita, dan mempelajari lebih banyak mengenai dirinya. Tepatnya, dengan cara "mengintainya". Saat memata-matai wanita, pria merasa di situ lah ia makin jatuh cinta. Pria membentuk gambaran sendiri tentang wanita yang diincarnya. Ketika akhirnya ia berhasil mendapatkan wanita tersebut, ternyata wanita itu jauh dari gambaran yang dibayangkannya.

Sifatnya yang kompetitif. Pria senang berburu. Dengan berburu, pria memenuhi hasratnya untuk mendapatkan sesuatu, meskipun akhirnya mereka tidak menjadi pemenang. Perburuan itu lebih menyenangkan buatnya, karena terasa begitu alami. Sebaliknya, pria tidak merespons ketika dikejar-kejar, karena mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat.

Mabuk kepayang. Anda tentu tahu bagian yang menyenangkan saat menjalin hubungan, ketika segalanya masih baru dan Anda merasa mabuk kepayang. Perut Anda terasa mulas setiap kali Anda melihat sosok pria ini. Salah satu bagian dari rasa mabuk ini adalah Anda merasa tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya, dari sisi yang positif. Inilah esensi dari kesenangan saat mengejar seorang wanita: segala sesuatu mungkin terjadi.

Ia bisa tetap single saat mengejar wanita. Saat masih dalam tahap pendekatan, pria bisa melakukannya dengan beberapa wanita sekaligus. Toh, ia belum terikat dengan siapa pun, sehingga tidak perlu bertanggung jawab dengan perasaan beberapa wanita yang didekatinya. Salah satu dari wanita itu pasti akan menolaknya lebih dulu.

Ia menyukai kerjasamanya. Saat mengejar Anda, ia juga mendekati sahabat Anda untuk mengetahui apa yang Anda bicarakan, kemana Anda biasa bepergian di akhir minggu, atau, adakah kemungkinan baginya untuk mendapatkan Anda? Si Dia dan sahabat Anda lalu membuat rencana dan menentukan suatu tujuan: bagaimana cara mendapatkan Anda. Namun ketika ia mulai mengencani Anda, sahabat Anda tentu tidak lagi dilibatkan. Tidak ada lagi "breaking news" dari sang sahabat yang membuatnya berdebar-debar, misalnya, bahwa Anda akan ikut menghadiri resepsi perkawinan Si Anu. Hilang pula lah segala kegairahan dan harapan yang ia rasakan dalam masa ini.

Wanita itu sulit ditaklukkan. Pria sangat penasaran ketika seorang wanita sulit ditaklukkan, bukan dalam arti jual mahal, tetapi bahwa wanita ini misterius atau tidak dapat ditebak. Hal ini membuat pria ingin tahu apa yang dapat dilakukannya untuk membuat sang wanita bertekuk lutut. Pria juga berpikir, "Ia akan menjadi milik saya suatu saat, entah bagaimana caranya!"

Maka berbagai pergolakan perasaan yang dialami pria saat mendekati dan mengejar wanita, seperti perburuan, kekhawatiran akan komitmen, kesetiakawanan dengan teman-temannya, itulah yang dinikmatinya.

Mendekatkan Diri



Dalam sebuah dialognya, Nabi Musa a.s. pernah bertanya kepada Allah, ''Apakah Engkau jauh sehingga aku perlu memanggil-Mu keras-keras, atau Engkau dekat sehingga aku cukup berbisik kepada-Mu?'' Jawab-Nya, ''Kalau Kukatakan jauh, kamu tak dapat mencapainya, dan kalau Kukatakan dekat, kau pun tak bakal mampu menempuhnya.''

Pernyataan Tuhan di atas, menurut pakar tafsir Al-Raghib al-Ashfahani di kitab Al-Mufradat fi Gharib Alqur'an, bermakna bahwa Tuhan pada hakikatnya amat dekat hamba-Nya. Bahkan menurut Q.S. 50: 16, Tuhan justru lebih dekat kepada manusia ketimbang urat nadinya. Namun, kedekatan-Nya tidaklah bersifat fisik seperti dibayangkan Musa dalam dialog di atas, melainkan bersifat rohani dan spiritual.

Ia mendekati hamba-Nya melalui petunjuk dan limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga banyaknya. Inilah makna kedekatan Allah kepada manusia. Lalu, bagaimana dengan kedekatan manusia kepada-Nya? Menurut al-Ashfahani, kita dapat mendekati-Nya secara rohani pula, yaitu menghiasi diri sebanyak mungkin dengan ''sifat-sifat'' Allah, seperti sifat bijak-bestari (hikmah), sifat ilmu, sifat penyantun, dan kasih sayang. Ini semua dapat terjadi -- meski disadari bahwa manusia tidak mungkin menjadi Tuhan -- bila kita mampu menghilangkan berbagai kotoran dan dosa kita.

Setiap kita tentu berbeda-beda kedekatannya dengan Allah, bergantung dan setingkat dengan upaya yang kita lakukan. Menurut Syekh Islam Ibnu Taimiyyah dalam sekian banyak karyanya, orang-orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan dapat diklasifikasi menjadi dua kelompok.

Pertama, kelompok al-muqtashidun, kelompok sedang atau pertengahan, yaitu orang-orang yang mendekati Allah dengan menjalani semua kewajiban dan menjauhi semua larangan Allah SWT. Kedua, kelompok al-muqarrabun, kelompok terdepan, yang mendekati Allah bukan saja dengan melakukan seluruh kewajiban dan menjauhi semua larangan, melainkan juga melengkapi diri dengan berbagai ibadah-ibadah sunnah (al-mandubat). Bahkan mereka mampu menjadikan semua aktifitasnya, meski tidak bersifat khas keagamaan, bermakna dan memiliki nilai pengabdian.

Allah akan menyambut hamba-Nya yang dengan tulus dan ikhlas hendak kembali ke jalan-Nya. Dalam sebuah hadits Qudsi yang sangat populer di kalangan kaum sufi, Allah SWT berfirman, ''Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal, maka aku telah datang menghampirinya sehasta. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang menyambutnya dengan berlari. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berlari, maka aku datang menyongsongnya lebih cepat lagi.''

Sungguh beruntung orang yang memiliki kesadaran untuk kembali ke jalan-Nya dan mendekatkan diri pada-Nya sebesar apa pun dosa dan kesalahan yang pernah ia lakukan. Pintu taubat dan pintu rahmat-Nya selalu terbuka lebar-lebar bagi siapa saja yang mau mengetuk dan membukanya

Rabu, 03 Juni 2009

Inilah Curhat yang Membawa Prita ke Penjara


Prita Mulyasari dan dua anaknya

JAKARTA, KOMPAS.com — Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, gara-gara curhatnya melalui surat elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional Alam Sutera.

Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan layanan yang diberikan. Ketidakpuasan itu dituliskannya dalam sebuah surat elektronik dan menyebar secara berantai dari milis ke milis.

Surat elektronik itu membuat Omni berang. Pihak rumah sakit beranggapan Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah dokter mereka. Seperti apakah surat Prita yang membawanya ke penjara?

Berikut ini adalah surat prita.


RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF

Prita Mulyasari - suaraPembaca

Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.

dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.


Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera



sumber. ww.kompas.com

Kehilangan

Setiap manusia pasti pernah mengalami kehilangan -- tidak saja harta, tapi juga kesehatan, kehormatan, kekasih, dan cinta. Bahkan, keberhasilan yang dicapai seseorang -- kata psikolog Harold H Bloomfield -- pada sisi tertentu sebetulnya merupakan suatu kehilangan. Yaitu, kehilangan sasaran yang akan diperjuangkan.

Ada orang yang bisa bersabar menerima musibah kehilangan. Namun, banyak pula yang bingung, stres, bahkan gila karena tidak bisa menerima kehilangan tersebut. Keterikatannya yang kuat pada sesuatu yang dimilikinya menjadikan 'jiwanya terputus dan hampa' jika sesuatu itu hilang.

Kehilangan bisa menimpa siapa saja. Tak pandang bulu. Lelaki, perempuan, anak-anak, orang tua, orang desa, orang kota. Siapa saja. Ini karena kehilangan adalah sebuah proses yang harus dilalui dalam perguliran kehidupan.

Di dunia, kehilangan pada hakikatnya merupakan unsur esensial dalam proses penciptaan. Bunga mawar merekah, kuntum pun hilang. Tanaman mekar, biji pun hilang. Fajar menyingsing, malam pun hilang. Kematian datang, hidup pun hilang.

Dalam hal terakhir ini, banyak orang menganggap kehilangan hidup adalah tragedi terbesar dalam perjalanan sejarah manusia. Itulah sebabnya, orang berusaha mempertahankan hidup dengan sekuat tenaga dan biaya. Bahkan untuk mempertahankan hidupnya, tak sedikit orang yang rela mengorbankan apa saja -- termasuk keimanannya. Padahal, kehilangan hidup adalah sesuatu yang alami, yang pasti akan terjadi.

Hidup memang karunia Allah terbesar pada ciptaan-Nya. Sejauh ini tidak ada orang yang mampu menciptakan hidup. Robot canggih dengan sejuta mikrochip dan sensor elektrokimiawi pun tidak mampu menjalani hidup seperti halnya makhluk hidup ciptaan Allah.

Bagaimana dengan kematian? Kematian, sesungguhnya tidak kalah menakjubkannya dengan hidup. Kematian, sebagaimana hidup, adalah karunia terbesar dari Allah kepada makhluk ciptaan-Nya. Sebab, kematian -- tidak seperti matinya robot ciptaan manusia -- merupakan gerbang dari kehidupan baru.

Alquran, misalnya, memandang kematian sebagai awal kehidupan yang sebenar-benarnya. Itulah sebabnya, sufi Yazid Bustomi, sangat heran mengapa orang takut mati. Bukan kehidupan yang takut pada kematian, kata Yazid Bustomi, tapi kematian yang seharusnya takut pada kehidupan. Kesadaran Bustomi ini muncul karena ia melihat kematian sebagai awal dari kehidupan yang hakiki.

Bila kita melihat ini, maka kematian sesungguhnya jauh lebih menakjubkan dibanding kehidupan. Ini karena kematian merupakan awal dari kehidupan manusia yang benar-benar riil, adil, peka, dan segalanya. Allah, misalnya, melukiskan kehidupan dunia ini sebagai senda gurau dan permainan. Sedangkan hidup setelah kematian adalah sebuah kehidupan yang sebenar-benarnya kehidupan. ''Dan tiadalah kehidupan dunia melainkan suatu senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah yang merupakan kehidupan sebenarnya kalau mereka mengetahui (QS. 29: 64). Untuk itulah, Allah selalu mewanti-wanti manusia untuk membekali diri dalam mengarungi kehidupan yang sebenar-benarnya. ''Bertakwalah kepada Allah, wahai manusia. Perhatikan apa yang telah kau perbuat untuk kehidupan akhiratmu.'' (QS. 59:18).