Kamis, 08 Januari 2009

Ibu, Pembentuk Karakter & Kondisi Bangsa



Surga berada di bawah telapak kaki ibu. Wanita adalah pendidik utama dan pertama. Wanita adalah teman sejawat. Wanita adalah tiang negara. Yang terakhir ini, memproyeksikan bahwa apabila wanita dalam negara tersebut baik (moralitas, kecerdasan, dan spiritualitasnya), maka kokohlah negara tersebut. Sebaliknya dapat dipastikan, jika wanitanya buruk, maka hancurlah negara tersebut. Jadi, ibulah yang akan "membentuk" karakter dan kondisi suatu bangsa.

Berbicara tentang wanita, tidak akan pernah ada habisnya. Bagaikan sebuah oase yang tidak membosankan, semakin dibicarakan, akan semakin terbuai olehnya. Napoleon Bonaparte pernah mengatakan bahwa kemajuan wanita adalah sebagai ukuran kemajuan negeri kaum ibu yang dapat menggoyangkan buaya dengan tangan kirinya, dapat pula menggoyangkan dunia dengan tangan kanannya.

Islam jauh-jauh hari telah menempatkan wanita dalam posisi yang terhormat. Wanita merupakan sosok manusia dengan seperangkat potensi yang ada dalam dirinya. Wanita dalam bahasa Nurul Husna (1999), diungkapkan bahwa seperti halnya laki-laki, wanita memiliki seperangkat potensi berupa akal, kebutuhan jasmani, dan naluri (naluri untuk mempertahankan diri, untuk melestarikan keturunan, dan untuk beragama).

Lebih jauh diungkapkan, seiring dengan adanya potensi tersebut, Allah SWT menetapkan keduanya untuk menempati posisi dan peran yang beragama, yaitu sebagai hamba Allah, sebagai anggota keluarga, dan sebagai anggota masyarakat, maka sesungguhnya pandangan Islam tidak bisa dikatakan mengalami bias gender, karena Islam kadangkala berbicara tentang wanita sebagai wanita (misal dalam soal haid, mengandung, melahirkan, menyusui) dan kadang pula berbicara tentang wanita sebagai manusia tanpa dibedakan dari laki-laki (misal dalam hal kewajiban shalat, zakat, haji, akhlak mulia, amar ma'ruf nahi mungkar).

Dalam hal ini, ditegaskan pula bahwa kedua pandangan tersebut sama-sama bertujuan mengarahkan wanita secara individual sebagai manusia mulia, dan secara kolektif, bersama kaum lelaki, menjadi bagian tatanan (keluarga dan individu) yang harmonis.

Atas dasar itulah, setiap ibu (yang muslimah), harus memposisikan diri dalam berperilaku dengan tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, sehingga dampaknya dapat menjadi andalan panutan bagi sang anak (baca : menjadi profil wanita muslimah). Dalam beberapa ayat Al-Qur'an dan As-Sunnah dapat kita temukan gambaran dari profil wanita muslimah ini. Salah satu di antaranya disebutkan bahwa wanita sebagai tiang ummat (baca QS. Al-Qashash : 7-13). Sementara itu, gambaran pribadi wanita shalihah terungkap dalam QS. At-Tahrim : 10-12.

Wanita shalihah adalah sebaik-baik hiasan. Menurut Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya menyebutkan, "Tidaklah orang mu'min mendapat keberuntungan sesudah taqwa kepada Allah Azza wa Jalla, yang lebih baik dari pada wanita shalihah. Ialah wanita yang apabila disuruh, ia taat; Apabila dipandang, menyenangkan; Apabila diberi bagian, menyambut baik; Dan apabila suaminya tidak ada, dia menjaga dirinya dan harta suaminya." (HR. Ibnu Majah).

Pada koridor demikian, seharusnya wanita muslimah memposisikan dirinya, sehingga kehidupan rumah tangga, berbangsa akan menjadi harmonis.


***


Sebagai Pendidik Karakter

Dalam Al-Qur'an, kita diingatkan agar memelihara keluarga dari api neraka. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. At-Tahrim : 6). Iman Ali bin Abi Thalib menjelaskan makna ayat ini, "Didiklah diri dan kelurgamu dengan perbuatan baik dan shaleh."

Allah secara tegas memerintahkan kita untuk mendidik diri sendiri dan keluarga dengan ajaran-ajaran agama, sehingga terbentuk keluarga yang bertaqwa. Bila keluarga baik, maka negara pun baik. Keluarga merupakan negara kecil. Bila ingin membangun negara, kita harus mulai dari keluarga. (Indris Thaha; 1997 : 10).

Untuk mencapai kondisi tersebut, di sini paling tidak kita memerlukan sosok wanita, ibu, atau muslimah yang mampu menjadi pendidik sesuai akhlak Islam. Dan kuncinya ada pada kekayaan ilmu, sehingga kita (baca : ibu) dituntut harus banyak ilmu, terutama ilmu agama Islam.

Berkait dengan menjadikan wanita sebagai pendidik, menurut Indrawati (1999), mengungkapkan bahwa pendidik wanita, tidak hanya menjadi komputer yang siap menyimpan data (file) di luar kepala terhadap sejumlah ilmu pengetahuan, informasi, dan nilai-nilai yang sudah, sedang, dan akan berkembang di masyarakat. Akan tetapi, ia harus menjadi pelaku yang gesit, tampil terampil, berani melangkah dengan tegar dan tegas, dan penuh percaya diri.

Lebih jauh diungkapkan, wanita diciptakan Tuhan bukan dari tulang tengkorak pria, yang hanya bisa menjadi pemikir. Bukan hanya dari tulang kaki, yang hanya bisa manut untuk berjalan. Bukan pula dari tulang tangan yang hanya bisa menengadah dan mengharap belas kasihan orang lain. Akan tetapi, wanita diciptakan dari rongga dada seorang pria, di mana seluruh pusat kehidupan dimulai dan harus dilindungi.

Di situlah bergetarnya perasaan dan keimanan, berdenyutnya nafas yang memberikan semangat dan kemauan. Kalau instrumen-instrumen ini baik, maka semua getaran perintah akan meluncur ke otak dengan baik pula. Filosofi demikian harusnya dapat menyadarkan kita semua (terutama kaum ibu) untuk menyadari dan membangun kepribadiannya agar semakna dengan ungkapan bahwa "Wanita adalah tiang negara dan surga berada di telapak kaki ibu."

Akhirnya, patut kita renungkan apa yang diungkap oleh Sayyid Qutb, melalui tafsirnya yang terkenal (baca : Fi Zhilalil Qur'an; 2000 : 539-540), beliau menyatakan bahwa sistem keluarga di dalam Islam terpancar dari mata air fitrah, asal penciptaan, dan dasar pembentukan utama bagi semua makhluk hidup dan segenap ciptaan. Keluarga adalah 'panti asuhan' alami yang bertugas memelihara dan menjaga tunas-tunas muda yang sedang tumbuh, mengembangkan fisik, akal, dan jiwanya. Di bawah bimbingan dan cahaya keluarga, anak-anak ini menguak kehidupan, menafsirkan, dan berinteraksi dengannya.

Untuk itu, semoga wanita-wanita penghuni bangsa ini tidak melupakan kodrat kewanitaannya, yakni menjadi seorang ibu yang baik. Ibu yang mampu menghasilkan keturunan yang baik pula, menjadi pendidik utama dan pertama, sehingga dapat membentuk karakter dan kondisi bangsa Indonesia yang lebih baik serta ada dalam lindunganNya. Amin. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda