Minggu, 16 November 2008

Cleopatra, Negeri Padang Pasir ( Perjalanan Pembuatan Film Ketika Cinta Bertasbih)

PIRAMID: Pesona di tengah lautan pasir
APAKAH benar Cleopatra itu sangat cantik
seperti yang digambarkan pujangga terkenal Inggris, William Shakespeare bahwa wajah Ratu Mesir kuno itu, sulit untuk dilukiskan kecantikannya dengan kata-kata.Bahkan Cleopatra, yang juga terlibat cinta dengan kaisar Romawi yang legendaris, Julius Caesar, juga mengilhami Shakespeare untuk menulis sebaris syair, “Kecantikannya tak pernah lekang ditelan usia dan masa.

”Cleopatra yang cantik dan cerdas juga pernah diangkat ke layar perak lewat film Cleopatra pada 1963. Aktris cantik dan terkenal Hollywood saat itu, Elizabeth Taylor memerankan Cleopatra.Tapi itu mungkin merupakan salah satu mitos yang terus berlangsung yang dilestarikan oleh orang seperti Elizabeth Taylor yang memerankan dirinya dan sulit sekali untuk menghilangkan hal itu dari benak semua orang.

Bagi saya mitos itu tidak sepenuhnya benar. Cleopatra tak secantik dan seindah bayangan saya. Setidaknya hal itu tergambar saat saya menginjakan kaki di negeri Cleopatra, Ratu Mesir yang konon katanya tersohor dengan kekecantikannya itu.Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dari Jakarta via Abu Dhabi selama 14 jam, saya dan rombongan wartawan tiba di Bandara Internasional Kairo, Mesir, Rabu (29/10).

Kedatangan kami ke negeri Cleopatra ini untuk meliput proses syuting film Ketika Cinta Bertasbih (KCB). ''Assalamualaikum, Ahlan wasalan!. Syaroftumuni,'' sapa Fathuroji menyambut kedatangan kami.

Oji begitu ia disapa merupakan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Kesan pertama saya, cukup kaget ketika dimintai bayaran lima dolar saat ke luar dari toilet yang kusam dan tak terawat di bandara yang tampak tua dan sekilas tidak seperti layaknya sebuah bandara internasional.

Selepas pengambilan bagasi dan memastikan semuanya beres, kami menaiki bus menuju hotel di District Nasr City Cairo. Di suasana dinginnya malam menjelang pagi, Oji yang seterusnya akan menjadi guide mulai menjelaskan suasana Mesir dengan beragam obyek wisatanya dan rencana selama meliput film KCB di negeri Firaun ini.Sementara saya membuka-buka peta turis Mesir yang saya beli di Jakarta. Di buku "Welcome to Egypt, Live Your Dream" itu menampilkan foto gadis-gadis cantik, Piramida, Sphinx, Sungai Ni, pantai Alexandria, Benteng Shalahuddin, Masjid Amr' bin Ash dan tempat-tempat wisata menarik dan indah lainnya yang ada di Kota Kairo, Alexandria, dan Luxor.

''Ya insya-Allah,'' kata Oji yang dalam dua minggu di Mesir kami dapat melihat semuanya. Kata Oji lagi, kami cukup beruntung mengunjungi Mesir pada Nopember ini, di mana cuaca cukup sejuk bersahabat. Temperatur rata-rata hanya sekitar 15 derajat celcius. Di Mesir ada Empat musim, panas, gugur, dingin dan semi. Kalau musim panas suhu bisa mencapai 45 derajat celcius.

***

SEMRAWUT, kotor, kusam, berdebu dan kumuh. Itulah gambaran suasana pagi menjelang siang di sebagian besar Kota Kairo. Suasana di ibukota Mesir ini sungguh kontras, tidak seperti dalam bayangan saya dan juga bila dibandingkan foto-foto di buku "Welcome to Egypt, Live Your Dream".

Di dalam bus menuju Monumen Sadat, tampak jejeran flat-flat dengan warna kusam berikut hiasan jemuran yang bergelantungan dan serakan sampah dimana-mana. Tampak juga kesemrautan lalulintas dipadati utubis–sebutan untuk bus dengan penumpang yang berjubel, taksi-taksi tua bermerk Fiat buatan tahun 70-an, dan beragam mobil-mobil tua, mewah yang berbagi jalan dengan trem, kereta api dan gerobak keledai.

Tidak ada lampu merah dan tidak banyak ada tanda-tanda lalulintas. Hampir semua kendaraan dipacu dengan ungal-ugalan, saling menyrobot dan berbelok seenaknya. Tampak hampir semua kendaraan dengan kondisi lecet-lecet dan penyok. ''Lampu sen tidak berlaku. Senggolan antar mobil sudah biasa dan bukan menjadi masalah,'' tegas Oji.

Jika terjadi kemacetan di perempatan jalan kebisingan klakson terdengar sahut menyahut bercampur dengan suara orang berantem, “cek-cok” adu mulut. Tapi satu hal, tak ada anarkisme fisik. Orang Mesir jika berantem, pake prinsip NATO, No Action, Talk Only. ''Wow! Parah banget, ternyata Jakarta jauh lebih baik,'' ujar Oki Setiana Dewi, salah satu artis pemeran utama film KCB.

Tiba di Monumen Sadat, rombongan wartawan bersama para pemain dan kru film KCB langsung berhamburan ke luar untuk melihat dari dekat tempat terbunuhnya mantan Presiden Mesir yang sangat populer itu.Presiden Anwar Sadat dibunuh 6 Oktober 1981 ketika sedang memimpin upacara parade militer memperingati perang Yom Kippur. Konon kabarnya, Anwar Sadat diberondong peluru dari jarak dekat oleh beberapa tentara radikal yang menentangnya. Alasan di balik pembunuhan itu sendiri masih menyimpan banyak misteri.

Dan di seberang panggung tempat peristiwa pembunuhan inilah dibangun sebuah monumen untuk mengenang jasa-jasa almarhum atas negaranya. Monumen Sadat dijaga oleh sepasukan kecil tentara Mesir yang ramah. Ketika diajak berfoto bersama oleh kami, para prajurit muda tersebut dengan antusias menyambutnya.

Republik Arab Mesir saat ini diperintah Presiden Hosni Mubarak yang berkuasa sejak terbunuhnya Anwar Sadat. Mesir adalah sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut dengan luas wilayah 997.739 km. Hampir 90 persen penduduk Mesir dengan 74 juta jumlah penduduknya beragama Islam sisanya beragama Kristen (didominasi Coptic).

Sama seperti di Indonesia, saat ini masa depan Mesir terancam akibat dampak krisis ekonomi dunia. Untuk itu pemerintah Mesir mentargetkan pertumbuhan ekonomi 6 atau 7 persen setiap bulan dalam kurun waktu 2008-2009 dan segera mengambil langkah-langkah ekonomi yang strategis.

***

UNIVERSITAS al Azhar, Kairo jadi tempat syuting pertama film KCB. Syuting pada Jumat (31/10) dilakukan di dalam kampus dan kawasan toko buku di belakang kampus tertua di Mesir ini.Kembali saya "kecele" ternyata kesohoran Universitas al Azhar yang memiliki masjid dengan menara kembar satu-satunya di Mesir ini tidak semegah yang saya bayangkan, suasananya kusam dan kotor.

Pada syuting di kompleks Al Azhar ini ada dua bintang KCB yang beraksi yakni M. Cholidi Asadil Alam (pemeran Azzam) dan M. Azzam Shidqi (pemeran Nanang) serta didukung 50 figuran yang terdiri dari 20 mahasiswa Indonesia di Mesir dan 30 warga Mesir.Saat syuting di tempat para mahasiswa Al Azhar berburu kitab, para kru KCB harus berjuang keras menyelesaikan setiap scene. Di lokasi ini kondisinya menyerupai pasar dengan aroma tak sedap bersumber baik dari tumpukan sampah yang berserakan maupun keringat orang Mesir menyengat semerbak.

Jalan yang sempit, banyak orang yang lalu lalang berbaur dengan mobil yang juga cukup banyak melintas tentu dengan kebisingan klaksonnya ditambah dengan kebiasaan orang Mesir yang berbicara dengan suara yang berteriak menambah suasana "krodit".Hal itu membuat pelaksanaan syuting tentu sedikit mengalami ganguan. Namun secara keseluruhan, syuting di hari pertama berjalan lancar. ''Semuanya berjalan relatif lancar. Tidak ada masalah,'' kata Chaerul Umam, sutradara film KCB. ''Komunikasi para pemain, kru Indonesia dan kru Mesir juga tidak ada masalah,'' tambahnya.

Menurut Dubes RI untuk Mesir, A.M. Fachir, selama lebih dari seribu tahun Universitas Al-Azhar mampu menarik minat jutaan pemuda Islam dari seluruh dunia untuk menimba ilmu. ''Diperkirakan saat ini mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Mesir sebanyak 5.000 orang. Terbanyak kuliah di Al Azhar,'' ungkap Fachir.

Hal itu juga yang melatarbelakangi kisah dalam novel laris KCB karya Habibburahman El Shirazy yang diangkat ke layar lebar ini. Kang Abik, begitu sapaan akrabnya pernah merasakan kuliah di Al Azhar.Film KCB mengisahkan tentang kehidupan Abdullah Khairul Azzam, pemuda tampan dan cerdas berusia 28 tahun. Azzam berhasil memperoleh bea siswa untuk belajar di Universitas Al Azhar. Azzam kuliah sambil bekerja membuat tempe dan bakso yang ia pasarkan di lingkungan KBRI di Kairo.

Suatu saat Azzam berkenalan dengan puteri Duta Besar, namanya Eliana Pramesthi Alam (diperankan Alice Noorin). Tetapi Azzam merasa lebih cocok dengan seorang gadis cantik bernama Anna Althafunnisa, (diperankan Oki Setiana Dewi). Anna yang berjilbab ini sedang mengambil S-2 di Kuliyyatul Banaat Universitas Al Azhar.

Sementara itu, diutarakan Dani Sapawie, line producer film KCB selanjutnya syuting akan mengambil lokasi di Masjid Amru bin Ash, pasar Khan Khalili, Sungai Nil, Gamma'a Bridge, Benteng Qaitbai, Piramida, Sphinx, dan pantai Alexandria.

Menurut Dani, syuting di bumi para nabi ini ternyata banyak persyaratan berlaku, salah satunya adalah dilarang mengambil gambar kekumuhan di Mesir. Aturan-aturan tersebut memang sudah jadi persyaratan yang diminta pemerintah Mesir. ''Di Mesir juga ada aturan kerja. Kalau hari libur para kru dan pemain Mesir harus di gaji dua kali dari hari biasa,'' tuturnya.

Gaya hidup
ABDUL Hilal Tohir, mahaiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan S1 di Al Azhar mengatakan, orang Mesir kalau berbicara seperti sedang bermain teater, seluruh tangan dan tubuh bergerak dengan intonasi vokal yang cukup keras. ''Mereka bekerja dengan ritme yang cepat dan praktis. Mereka tidak mengenal gaya hidup. Mereka tidak bergaya dengan mobil-mobil mewah, tidak bergaya dengan menggunakan HP yang cangih dan terbaru,'' tutur Tohir.

Tohir menambahan, dibadingkan perempuan yang tampil lebih modis dengan dandanan yang menor. Para pria Mesir kurang memperhatikan penampilan dengan dandanan dan mengenakan pakaian seadanya yang tampak kotor dan lecek. ''Kebiasaan jelek orang Mesir membuang sampah sembarang dan jarang merawat dan membersihkan mobil,'' tegasnya.

Namun, kebiasaan orang Mesir yang patut diacungkan jempol yakni kebiasaan membaca Al Qur’an di jalanan, di dalam kendaraan, di kantor, bahkan di mal-mal sekalipun. Mereka membaca dan menghafal Al Qur’an dengan khusyuk.Jika Anda berkesempatan naik bus, trem atau kereta di Kairo, jangan heran jika banyak penumpang yang membaca Al-Qur’an. Meski dalam suasana penuh sesak. Ada yang sambil memegang mushaf, juga tidak sedikit yang menggunakan hapalan.

Jika Anda berjalan menelusuri pasar, sampai gang-gang pinggir kota yang kumuh itu, dipastikan suara bacaan murattal Al-Qur’an lebih nyaring terdengar dibanding suara-suara lainnya. Kaset-kaset bacaan Al-Qur’an, juga di-stel hampir di setiap toko, masjid dan kendaraan umum.

Menurut M Ali Hasan, (32) lulusan Universitas Al Azhar yang kini memilih menetap di Kairo dan beristrikan orang Kairo dengan satu anak ini mengatakan bahwa orang Mesir sudah terbiasa menghapal Al Quran sejak kecil.''Berdasarkan data ada 12,3 juta penghapal Al Qur’an atau bisa diartikan, setiap bertemu dengan enam orang Mesir, maka dipastikan salah satunya hafal 30 Juz Al-Qur’an,'' ujar Ali.

Pesona kekumuhan
SENJA belum sepenuhnya beranjak dari Taman Al Azhar. Beberapa ekor burung gagak tampak beterbangan di atas rimbun pohon-pohon kurma, cemara, limau, dan zaitun yang terhembus semilir angin di kaki lembah Muqattam ini. Saya cukup surprise melihat taman yang bersih dan indah ini.

Pada Kamis,tampak pengunjung cukup ramai. Setiap pengunjung dikenakan biaya 10 pound, sekitar Rp 160.000. ''Hari Kamis, weekend-nya orang Mesir, karena hari Jumat dan Sabtu merupakan hari libur. Ahad, hanya masyarakat non muslim yang libur,'' ujar Oji.

Mungkin inilah rahasia di balik kekumuhan kota Kairo. Acungkan dua jempol dan takjub saat menyaksikan kota metropolitan yang mirip kawasan bekas perang dari taman dengan ketinggian 152 meter. Terhampar di bawah arsitektur bangunan bagaikan situs kota purbakala dan akan menjelma menjadi panorama yang cantik dan menawan ketika kota itu diterpa senja dengan sunset-nya. Melihatnya, serasa dituntun waktu, ke sebuah masa dan seolah-olah bercerita akan masa keemasan peradaban negeri Cleopatra ini.

Tampak juga benteng Shalahuddin berdiri gagah. Matahari yang tengah surup menjadikan benteng itu tampak hitam, luas, besar, dan gagah dalam panorama siluet. Di tengah-tengah benteng menjulang sebuah kubah besar dengan empat menara yang mengitarinya. Itulah masjid Muhammad Ali Pasha yang tampak menyembul di tengah-tengah benteng, seolah menambah kesan magis panorama benteng yang menyimpan epos perang Salib di abad ke 12 itu.

Dari taman Azhar terlihat juga hamparan area tanah pekuburan dengan bentuknya yang unik yang disebut dengan kawasan Mamluk Cemeteries. Tampak juga pemandangan lembah Muqattam yang menjulang dengan gagahnya. Ketika senja, lembah itu tampak berwarna keemasan.

Juga terlihat jelas tembok besar setinggi 25 meter yang mengelilingi kota Kairo. Namanya tembok Qâhirah Al-Mu’izz. Pada tahun 973 M, Al-Mu’izz li Dinillah (khalifah pertama dinasti Fathimiyyah di Mesir) mendirikan kota baru. Al-Mu'izz menamakannya Al-Qâhirah (Cairo, Kairo), yang berarti penakluk. Pada tahun 980 M, Al-Mu'izz mendirikan masjid dan universitas Al-Azhar. Nama Al-Azhar dinisbatkan kepada sayyidah Fatimah az-Zahra, puteri baginda Rasul.
***

TABUHAN musik khas Timur Tengah berikut sajian tarian perut yang eksotik memecah keheningan malam dengan hamparan cahaya lampu yang menerpa Sungai Nil. Saya sempatkan nongkrong di kafe di pingiran Sungai Nil untuk sejenak menikmati malam di kota pusat peradaban agama Islam ini.

Saya hanya memesan satu gelas teh hangat dan satu paket “sheesha” (water pipe), rokok tabung khas Mesir yang disedot dengan pipa sepanjang setengah meter. Saya juga menikmati hilir mudiknya Maratun Jamellatun (gadis-gadis Cantik). Gadis-gadis Mesir dengan paduan jilbab-nya yang modis tampak cantik di malam hari.

Di siang hari, secara umum gadis-gadis Mesir tidak secantik mitosnya. Cleopatra, dagunya lancip, bibirnya tebal, hidungnya sangat mancung dan badanya terlalu besar. ''Cantiknya gadis-gadis Mesir itu cuma tiga hari,'' ujar Andy Arsyil, artis pemeran Furqon dalam film KCB.

Banyak sebenarnya cerita soal Mesir, mulai dari masalah politik yang mirip zaman Orba di Indonesia, hingga cerita kehidupan orang-orang Mesir. Itulah Mesir dengan Kairo sebagai kota laksana banci, yang hanya tampak cantik dan jelita jelang dan malam hari yang tak pernah surut dari wisatawan asing.

Para wisatawan mungkin justru tertarik dengan peradaban dan puing-puing sejarah berikut pesona kekumuhannya itu. Terlebih dengan keberadaan Piramida & Sphink, kisah Firaun & Clopatra-nya, pesona kota Alexandria serta bentangan Sungai Nil yang indah. Mungkin semuanya itu 'hadiah' untuk Mesir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda