Jumat, 14 November 2008

Menggoyang Lidah Dengan Bubur

Bubur biasa disantap saat sarapan, namun tak aneh juga jika dimakan pada malam hari atau menjelang subuh. Bahkan, belakangan makanan yang disajikan panas-panas ini diminati orang untuk makan siang. Pilihan orang nyabu atau menyantap bubur karena tidak membuat perut kenyang bak makan nasi.

Kehadiran bubur ayam atau ikan di depan mata sungguh mengundang selera. Apalagi jika aroma bubur itu dilengkapi dengan lauk seperti telur pitan, cakwe, tumisan sayur dan lainnya, tentu tambah nikmat.

Olahan beras lembek ini banyak dijumpai di Jakarta dari kelas kaki lima sampai restoran kelas atas. Di antaranya, penikmat bubur mahfum dengan nama seperti bubur ”hostes” di Jalan Mangga Besar (Jakarta Barat), Bubur Ayam Cikini di Jakarta Pusat, Bubur Ayam dan Nasi Ayam Hainam Hayam Wuruk, Bubur Furama Jalan Hayam Wuruk (Jakarta Barat), atau Bubur Kwangtung Jalan Pecenongan (Jakarta Pusat).
Di Jalan Mangga Besar I terdapat lima kedai atau restoran bubur, di antaranya bubur Mangga Besar I dan Bubur Sanki.

Lantaran penggemar semakin banyak, sajian bubur makin berkembang dengan banyak variasi yang menambah nikmat dan sehat menu serba bubur.
Restoran bubur yang cukup populer di Jalan Mangga Besar I ialah Bubur Ayam Mangga Besar I milik Herry Himawan (62). Restoran ini mulai kebanjiran ”penyabu” sejak menyajikan menu pada sebuah pesta di hotel berbintang di kawasan Senayan, Jakarta Pusat.
Herry mengaku resep bubur ayam diperoleh dari ayahnya, Fong Ah Yin, yang membuka usaha bubur ayam di Medan. Setelah hijrah ke Jakarta tahun 1992, Herry membuka kedai di Jalan Mangga Besar I.

Bubur racikan Herry tak berbeda dengan tampilan bubur ayam pada umumnya. Bedanya, suwiran daging ayam kampung justru terkubur dalam bubur. Selain bubur ayam, kedai ini juga menyediakan bubur ikan. Bahan bubur sama, cuma ayam diganti irisan ikan gurame dan gabus. Ikan mentah segar diguyur bubur gurih membuat daging ikan cepat masak.

Begitu masakan tersaji, bau minyak wijen tercium. Di atas bubur ayam atau ikan yang dibumbui jahe ini ditaburi irisan daun bawang. Daging ayam dan potongan ikan tidak terlihat di atas. Namun, begitu bubur diaduk, akan tampak potongan daging ayam atau ikan.

Rasa daging ayam dan ikan ini begitu terasa ketika sendok pertama masuk dalam mulut. Rasa gurih di sela-sela kunyahan muncul karena suwiran daging direbus dengan dibumbui jahe.
Agar lidah semakin bergoyang, sumpitlah cakwe dan sayur asin. Melengkapi hidangan itu, comot aneka lauk seperti potongan daging ayam rebus, telur pitan berwarna coklat, tahu atau telur kecap. Rasa akan semakin tajam jika bubur dituangi irisan cabe bercampur kecap asin.
Akan tetapi jika ingin menyantap bubur dengan rasa berbeda, cobalah bubur kepiting dan bibir pie oh atau kura-kura yang menjadi andalan Resto Bubur Kwangtung yang disajikan dalam porsi besar.

Bubur putih berisi kepiting atau daging kura-kura (biasa untuk obat) dilengkapi dengan kacang tanah goreng, irisan daun bawang, dan cabe dicampur kecap asin.
Kepiting terkubur dalam bubur. Balik saja tubuh kepiting berwarna jingga itu, tersembullah telur kepiting yang gurih dan daging yang manis.
Bubur tiochiu
Mau makan bubur yang disajikan mirip restoran Padang? Datanglah ke Resto Furama. Pembeli bisa memilih langsung lauk dan sayuran yang ingin dia santap bersama bubur. Cobalah bubur tiochiu, bubur ala etnis China suku Tiochiu.
Bubur tiochiu tidak bisa disebut sebagai bubur ayam. Bubur ini tidak memakai ayam sebagai kaldu bubur. Daging ayam juga bukan satu-satunya protein yang dipakai, sebab ada ikan, jamur, daging sapi, ceker ayam, tumis kailan, dan sebagainya.

Menyantap bubur ini sama seperti menyantap nasi dengan lauk-pauk, hanya saja nasinya diganti dengan bubur. Jadi, memakan bubur ini tidak menyebabkan perut terasa penuh.
”Makanya, bubur ini cocok dimakan malam hari. Cocok bagi orang yang kelaparan, tetapi tak ingin makan berat,” kata Badi Herman, Manajer Promosi Furama pada Rabu (5/11).

Kebutuhan makan bubur pada malam hari sangat tinggi. Buktinya Furama harus menyediakan bubur dari pukul 18.00 hingga pukul 04.00, selama 365 hari setahun, karena pemakan bubur terus ada."Ramainya memang dari pukul 22.00 hingga 02.00. Kalau akhir pekan, pengunjung harus mengisi daftar antre,” kata Badi.

Tamu yang datang beragam. Walau Furama telah mengubah konsep menjadi restoran keluarga, namun pengunjung usia muda tetap terbanyak terutama pada tengah malam.
Restoran tersebut menyediakan 60 macam lauk, namun tiap hari hanya disajikan 40 macam agar ada penggantian. Restoran berdaya tampung 400 orang ini menyajikan keripik cumi dan cumi telor yang gurih.

Siapkan lidah Anda digoyang lezatnya bubur....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda