Rabu, 26 November 2008

RS Mitra Internasional pun Anti Jilbab

Diskriminasi dan sentimen anti-Islam seperti dalam bentuk pelarangan memakai jilbab di beberapa rumah sakit, terus terjadi. Padahal, di mana pun tempat terhormat, termasuk dunia kesehatan, tidak mengenal larangan mengenakan penutup aurat itu. Kasus terakhir yang mengemuka adalah larangan berjibab di Rumah Sakit Mitra Internasional, Jatinegara, Jakarta Timur. ''Memakai jilbab itu kan tidak salah dan tidak ada larangan bagi praktisi kesehatan. Polwan saja ada yang pakai jilbab kok,'' kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Wibowo Sukijat, Senin (24/11).

Jika ada larangan memakai jilbab dalam tata aturan suatu instansi, Wibowo berpendapat, itu bertentangan dengan aturan umum. Kemarin, sekitar pukul 08.00 WIB, beberapa perwakilan karyawati menemui bagian sumber daya manusia (SDM) dan direktur Rumah Sakit Mitra Internasional. Mereka menyampaikan tuntutan untuk diterapkannya aturan yang memperbolehkan mengenakan jilbab dimajukan dari Juli 2009 menjadi 1 Januari 2009. Mereka kemudian mengimbau manajemen Rumah Sakit Mitra Internasional membolehkan karyawati yang telah mengenakan jilbab untuk tetap berjilbab dalam masa transisi aturan. Terakhir, mereka menyatakan bersedia menanggung biaya perubahan penyeragaman pakaian kerja.

Pertemuan yang dihadiri oleh seluruh koordinator bidang, manajer SDM, dan direktur Rumah Sakit Mitra Internasional itu berlangsung alot. Manajemen bersikeras tidak mengabulkan permohonan karyawati. Malah, Surat Peringatan II akan tetap dilayangkan kepada enam karyawati bagian laboratorium Rumah Sakit Mitra Internasional yang bertahan mengenakan jilbab.

Pada pukul 12.30 WIB, tiga perwakilan karyawati menemui pengacara Luthfi Hakim di kantornya, Jl MT Haryono, Jakarta Selatan. Menurut Luthfi, mereka datang untuk meminta bantuan advokasi hukum agar dibolehkan bekerja sambil mengenakan jilbab. Sebagai tindak lanjut, Luthfi berencana menemui manajemen Rumah Sakit Mitra Internasional pada pekan ini. ''Insya Allah sore ini suratnya kami kirim kepada manajemen Rumah Sakit Mitra Internasional,'' katanya.Warno Hidayat, manajer SDM Rumah Sakit Mitra Internasional, mengaku telah memiliki kejelasan aturan, tanpa mau memerincinya. Ia meminta (Republika) menunggu penjelasan lebih lanjut karena belum berkoordinasi dengan jajaran pejabat Rumah Sakit Mitra Internasional mengenai pemberian tanggapan kepada media.

Cermin kasus WineBeberapa waktu sebelumnya, kasus pelarangan berjilbab menimpa Wine Dwi Mandela. Ia sempat harus kehilangan pekerjaannya sebagai perawat bagian fisioterapi Rumah Sakit Mitra Keluarga, Bekasi Barat, Kota Bekasi. Namun, Wine kemudian dapat kembali bekerja dengan berbusana yang sesuai dengan keyakinan ajaran agama Islam. Sebab, tidak saja Majelis Ulama Indonesia (MUI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga mengecam tindakan Rumah Sakit Mitra Keluarga sebagai diskriminasi dan pelanggaran HAM berat.''

Tidak boleh melihat orang bekerja hanya dari penampilan fisiknya. Apalagi, ini terkait pilihan menjalankan ajaran agamanya. Penggunaan jilbab merupakan hak individu. Sehingga, tidak diperkenankan ada pihak melarang orang lain menggunakan jilbab dalam kesehariannya,'' kata Juru Bicara Komnas HAM, Hesti Armiwulan.Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP), Meutia Hatta Swasono, juga mendukung keberanian Wine memperjuangkan haknya dan menilai Rumah Sakit Mitra Keluarga tidak punya alasan kuat untuk melarang Wine berjilbab.

''Meski rumah sakit memiliki kebijakannya sendiri, harus memerhatikan HAM. Yang dilakukan Rumah Sakit Mitra Keluarga adalah aturan yang melanggar HAM. Mutasi yang ditawarkan RS Mitra Keluarga juga melanggar hak profesi Wine sebagai seorang fisioterapi. Itu jelas tindakan yang salah,'' kata Meutia.



Sumber . Republika(26/11/2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda